Budaya Pembuatan Saung

Oleh Linda Herawati Serin

Saung merupakan salah satu kerajinan tangan khas masyarakat suku Dayak. Saung biasa juga disebut sebagai kedabang yaitu alat yang digunakan untuk melindungi kepala dari sinar matahari atau pengganti topi. Budaya pembuatan saung menjadi tradisi merupakan tradisi Suku Dayak yang masih lestari hingga kini. Salah satu suku Dayak yang masih meneruskan budaya pembuatan saung ini adalah masyarakat suku Dayak Kayan di Desa Data Dian, Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Malinau.

Septiana J, adalah seorang perempuan yang aktif menjaga tradisi dan kearifan lokal di kampung halamannya di Data Dian. Perempuan dari Suku Dayak Kayan ini telah menekuni kegiatan pembuatan saung dari usia beliau 16 tahun.

“Kegiatan pembuatan saung ini tidak ada pelatihan khusus hanya bermodalkan ajaran dari orang tua secara turun temurun oleh suku Dayak Kayan di tempat ini,” kata perempuan 44 tahun itu.

Saung terbuat dari daun yang menyerupai bentuk daun kelapa, namun lebih lebar dan keras dari daun kelapa yang disebut dengan Seng. Seng ini sebelum dirakit membentuk saung atau caping, dikeringkan terlebih dahulu sampai berubah warna jadi kecoklatan dan lunak. Setelah itu baru dapat dirakit membentuk saung. Setelah dirakit dan dianyam, diipasang belungan atau penjangga kepala agar saung ini dapat dipakai sebagai pengganti topi.

Pembuatan saung ini membutuhkan waktu yang cukup lama, lebih kurang satu minggu. Disebabkan prosesnya cukup panjang, mulai dari mengeringkan daun, menganyam, menjahit, dan menghias. Masyarakat memilih membuat saung ini hanya pada waktu luangnya saja, karena mereka beranggapan bahwa dalam seminggu itu bisa melakukan hal lain dan ketika pulang ke rumah atau pada saat tidak ada pekerjaan atau kegiatan lain. Jadi waktu untuk membuat saung bisa dikatakan fleksibel atau waktu senggang.

Hasil pembuatan saung ini sudah banyak sekali memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat terkhusus para perempuan, karena hasil nya dapat dijual untuk menambah pendapatan bagi mereka. Penjualan saung ini tidak hanya di lingkungan desa saja akan tetapi sudah banyak terjual keluar, seperti Malinau, Bulungan, Tarakan, Samarinda, dan sebagainya.

Sampai saat ini budaya membuat saung masih kerap dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Kayan di desa Data Dian. Membuat saung tidak hanya dilakukan untuk keperluan pakai atau pun dijual saja, tetapi untuk hiasan dinding rumah dan cendramata untuk tamu yang berkunjung ke desa.

“Semoga tradisi ini dapat terus dilakukan atau lestarikan karena ini sudah menjadi ciri khas kita dan kalau bisa untuk keturunan kita dapat diajarkan lebih dini agar mereka mendapat pengetahuan lebih dini juga dalam membuat saung,” harap Septiana

Bagikan post ini: